Gincu Merah Muda

"Hey, I just met you. And this is crazy"

Kotaku diguyur hujan. Aku berdiri mematung menghitung butir demi butir hujan yang turun dari awan yang membuat awan jadi kelihatan seperti menangis, dan kamu berlari di bawahnya.

Percayalah, jika ada yang bisa memecah lamunanku di malam yang sedang hujan itu, maka itu adalah langkah kaki mu. Dari jauh kamu terlihat seperti menari, aku jadi berpikir, barangkali kamu adalah dewi hujan yang tuganya melukis pelangi, tapi malah terjatuh ke bumi karena kakimu terlalu licin, terlalu lembut sehingga tergelincir sewaktu melangkah di atas awan.
Pikiran ku mulai tidak beres, malam-malam begini mana mungkin ada pelangi?

Kemudian kamu ikut berteduh di sampingku. Aku berusaha berlaku sewajar mungkin biar kamu tidak curiga bahwa aku sedang jatuh hati pada pandangan yang pertama. Ngomong-ngomong, tidakkah kamu kedinginan waktu itu? Aku ingat kamu mengenakan rok mini dan baju ketat yang tidak mampu menutupi seluruh tubuhmu yang mungil.

Senyummu? Tidak mungkin aku lupa senyum yang dibuat dari sepasang bibir yang dihias gincu merah muda, yang mengkilat memantulkan cahaya lampu jalan kuning di atas trotoar.

Tahukah kamu bahwa momen itu adalah tujuh menit terlama yang pernah Tuhan hadiahkan untukku, Dewi Hujan?

Aku lihat kamu tersenyum lagi, padaku. Aku yakin padaku sebab di pinggir jalan waktu itu hanya ada kita berdua. Hanya ada kedua mata kita yang sesekali berpandangan, hanya ada bibir kita yang sesekali bertukar senyuman, begitu seterusnya sampai hujan berhenti. Aku beranikan diri mendekati, tapi kamu berdiri menjauh, kuduga malu-malu.

Dewi Hujan, di mana kamu sekarang? Padahal kita belum sempat berbicara, aku ingin bertukar senyuman lebih lama. Aku masih menyimpan secarik kertas bertuliskan nomor handphone yang kamu berikan malam itu. Aku hapal betul isinya, "Telepon ya, Lisa, 085463273847. Melayani Tergantung bayaran :)"

No comments:

Post a Comment