Tika yang Cantik dan Manis Sekali

Hari itu, Tika cantik sekali. Maksudku Tika selalu cantik, tapi hari itu Tika lebih cantik dari biasanya. Kuduga sengaja. Sengaja tampil cantik biar kugoda. Sengaja minta kugoda agar dia bisa cuek kepadaku.

Hari itu, Tika manis sekali. Bedaknya dari bubuk gulakah? Kukira bukan. Kuduga ada semacam segerombolan lebah yang bersarang di senyumannya dan memproduksi madu di sana. Analogi yang mengerikan. Terdengar pujian, tapi mengerikan.

Hari itu Tika cantik dan manis sekali. Maksudku, kalau dia berdiri di tengah-tengah taman bunga mungkin lebah-lebah akan lebih memilihnya ketimbang bunga-bunga. Meskipun sampai sekarang aku masih berpikir, untuk apa juga dia berdiri di tengah taman bunga?

"Halo, Tika", kusapa ia.
"Halo juga, Tyar!", itu kujawab sendiri.

Tika memang seperti itu. Cuek sejak kali pertama kami bertemu di koridor kampus. Itu yang tidak kusuka darinya. Kuduga ia bukan tipe perempuan yang bertanggung jawab. Ia sudah membikin aku jatuh hati, tidak bisakah ia mempertanggungjawabkan perbuatannya itu?

Tika cuek dan aku bukan tipe laki-laki yang gampang menyerah. Kami serasi.

"Tika! Tika". Kuikuti ia dari belakang. Ia teguh berjalan.

"Tika cantik!". Sengaja kusisipkan kata cantik, supaya ingat ia kalau ia cantik.

"Tikaaaaaaaaaa". Kali ini namanya kupanjangkan.

"Hey, Tika! Aku di belakangmu. Berbaliklah!".

Tika akhirnya berhenti. Geming ia. Yes. Berhasil.

"Berbaliklah! Aku punya sesuatu". Kataku menyogok.

Dalam sejurus Tika sudah berbalik, tangan dan kepalanya di bawah dan kakinya sudah berada di atas. Seimbang. Perempuan keras kepala itu mulai berjalan terbalik menggunakan tangannya. Melanjutkan perjalanannya yang terganggu.

Hari itu Tika tidak hanya lebih cantik dan manis dari biasanya, ia juga lebih keras kepala.