Diam-diam Melamar

"Aku ingin menikahimu", kataku padamu di malam Sabtu yang lalu. Kamu diam. Aku juga. Awan juga diam, beda dengan ombak yang terus menerus menghantam pasir malam sabtu. Barangkali hendak memecah heningmu dan heningku yang menyatu.
Dan kamu masih diam. Menahan kata, membisu.

"Empat bulan lagi usiaku 25, dan kamu 22", aku mencoba meyakinkanmu dengan perhitungan matematis yang kamu tangkis dengan geming. Barangkali bingung karena menurutmu kita masih terlalu muda. Sejurus kemudian pandanganku mengarah ke sana, ke pantulan bulan setengah purnama yang tenggelam namun terang.
Dan kamu masih diam. Menahan kata, membeku.

"Adakah orang lain?", pertanyaanku yang menggambarkan perasaanku yang menggaram. Kamu menggeleng. Kemudian bintang semakin terang namun lampu yang menerangi kita makin redam. Tatapan kita bertemu semakin dalam.
Dan kamu masih diam. Lampu temaram.

"Aku ingin menikahimu"
Kamu masih diam. Kemudian berjalan. Meninggalkan pertanyaan yang seharusnya untukmu. Tanpa iya, juga tanpa tidak.

Ceritakan Padaku Bagaimana Kamu Mencintaiku

Ceritakan padaku bagaimana kamu mencintaiku, seolah-olah aku tak tahu.
Supaya aku ingat.
Supaya aku ingat aku punya kamu. Aku selalu punya kamu.
Supaya aku bersyukur dan berdoa.
Supaya Tuhan memang menciptakanmu untukku.
Untuk kujadikan abjad dalam setiap puisiku.
Untuk kamu.

Belajar Mengeja Rindu

Kau tahu bagaimana caraku mengeja rindu?
Dengan N-A-M-A-M-U

Kau tahu bagaimana caraku mengeja namamu?
Dengan R-I-N-D-U