Kalau Indah Buatmu Jengah

Kalau cinta hari ini buat hampa, artinya menghapus warna.
Kalau cinta hari ini buat lelah.
Kalau mimpi hari ini buat jengah, jika menanti terlampau bias.
Kalau mimpi hari ini buat lelah.
Kalau kisah hari ini tidak terukir sempurna, mungkin karena pena kehabisan tinta.
Kalau kisah hari ini buat lelah.
Kalau hari ini berhenti bermimpi. Bukan berarti harus mati.

Pernah Ada Masa Lalu dan Masa Depan

Pernah ada masa depan di sini. Di pergelangan tangan. Letaknya di antara nadi di setiap denyut harapan.
Pernah juga ada masa lalu di sini. Di pergelangan tangan. Melewati tubuh kembali jantung. Ke tempat yang ia sebut rumah.
Pernah ada masa lalu bagi mereka yang mengenang.
Pernah juga ada masa depan bagi mereka yang percaya.
Bersama mereka yang tidak melupakan.
Berdenyut bagi mereka yang masih percaya.
Bersama mereka yang masih punya mimpi.
Yang tidak lupa pada rumah.

Bagian Empat: Kutemukan Bintang Paling Terang

Telah tersimpan baik-baik mimpi itu di sini, bukan karena aku sudah tidak mempercayainya lagi. Tapi untuk aku buka suatu hari nanti. Sayapku yang sebelah kiri pun telah tidak ada lagi, Tidak lagi bisa merekah seperti dulu. Harusnya aku sadar, dulu mereka masih rapuh dan aku seharusnya tidak memaksakan mereka terlalu jauh. Hingga tadi pagi Aku kubur sayap itu.

Dan sayap yang sebelah kanan, sebentar lagi juga merontok menyusul. Tapi bukan berarti ia jengah. Ia rontok, supaya ia bisa lahir kembali suatu hari nanti dan siap terbang lebih tinggi lagi. Aku juga kubur sayap itu. Juga bintang paling terang yang masih setia menjanjikan senyuman. Ia mengambang. Ia masih tersenyum. Ia mulai menyadari ia hanya mimpi mustahil seorang yang sebenarnya sama sekali tidak pernah memiliki sayap. Tapi ia masih percaya, ia ada. Ia ada tapi bukan dalam bingkai realitas. Ia ada dalam dimensi bernama mimpi. Dan mimpi membiarkannya tetap hidup.

Sedangkan aku tetap di sini. Di beranda tempat aku terbang untuk terakhir kali. Memandang bintang itu dari jauh, meskipun terpisah langit bernama dimensi. Aku masih bisa melihatnya, kalau aku menutup mata. Itulah satu-satunya cara agar aku bisa melihatnya. Atau sekedar mengingat sinarnya.
Aku masih ingat tentang sungai bintang cemerlang yang kuseberangi, tentang hujan bintang jatuh yang aku seluncuri, tentang selimut kabut cahaya venus memelukku, tentang galaksi, tentang jalur keluar Bima Sakti hingga berakhir pada senyuman setitik bintang paling terang. Semuanya masih terekam, dan bisa aku percayai sendiri.

Mungkin kini aku rapuh tanpa sayap. Tapi selama kami masih saling percaya, sayap itu akan tumbuh kembali. Dan ketika saat itu sudah tiba, kami tidak akan menanti lebih lama. Aku akan kembali membelah dimensi. Tinggi, dan tidak akan jatuh lagi. Meninggalkan dunia dan realitas. Aku tidak ingin kembali.