Aku dan Perasaanku Pada Malam

Aku begitu suka pada malam, karena hanya pada malam aku bisa bercerita pada gelap betapa aku merindukan senyumannya. Karena hanya pada malam aku leluasa menghadirkan suaranya dalam titik-titik mimpiku. Dan Aku begitu suka pada malam, karena hanya pada malam aku bisa berharap gambarku ada di dalam mimpinya.
Namun kadang aku tak begitu suka pada malam.Karena hanya pada malam aku tak dapat menggenggam tangannya. Karena hanya pada malam aku tak dapat duduk di sampingnya. Karena pada malam aku harus melepas genggamannya lalu beranjak pergi darinya. Sesaat ketika aku dapat melihat ia duduk di sampingku, sesaat ketika ia mulai bercerita tentang semua yang membuatku tersenyum bila di dekatnya, sesaat ketika ia tak perlu melepas erat lengannya yang bersandar di bahu ku, pagi akan membangunkanku dan membiaskan semuanya. Terangnya tertawa padaku yang pada malam telah bermimpi terlalu sempurna.

Dengarkan Ceritaku Tentang Mimpi

"Gantungkan cita-cita mu setinggi langit". Seperti itulah dialog orangtua yang sedang mengajari anaknya agar berani bermimpi, berani bercita-cita. Berani mengejar. Namun tak jarang pula saya mendengar "Jangan bermimpi terlalu tinggi! Karena kalau kau gagal dan jatuh, rasanya akan sangat sakit". Bagi sebagian orang, kutipan kedua terdengar lebih masuk akal. Lantas haruskah kita jadikan kutipan itu sebagai pedoman hidup? Apakah memang kita tak boleh bermimpi terlalu tinggi? Apakah ada mimpi kelas ekonomi biar kami yang anak buruh, yang anak pedagang kaki lima, yang anak loper koran, yang anak cacat juga kebagian mimpi untuk dikejar?!
Apakah kami yang anak buruh tak boleh bermimpi menjadi lebih dari buruh seperti ayah-ayah kami ?!
Apakah koran-koran jualan ayah kami nantinya akan menjadi warisan mutlak bagi kami ?!
Bukankah kutipan semacam itu hanya akan membuat kami kehilangan mimpi ?!
"Realistislah" kata mereka. "Kau tak akan menggapai mimpimu! Bangun sebelum kau jatuh!".
Sakit memang. Jadi mulai sekarang, haruskah kami tanggalkan mimpi-mimpi ini ?
Mimpi yang membuat kami bangun pagi-pagi lalu berangkat dengan seragam kami ke tempat yang kami sebut sekolah ?
Kami menolak !
Kami akan terus bermimpi !
Biarkan kami hidup dalam mimpi-mimpi kami !
"Karena tanpa mimpi, orang-orang seperti kita akan mati". Realistis? "Realistislah!!
Gantungkan mimpi mu setinggi langit, setinggi angkasa! Karena ketika kau jatuh, kau akan terduduk di antara bintang-bintang."

Dengarkan Ceritaku Tentang Sahabat

Sahabat katanya bisa menusuk kita dari belakang, sahabat katanya kadang menjelek-jelekkan kita di hadapan orang lain. Sahabat katanya bisa bersikap egois, sahabat katanya bisa menghina kita. Faktanya adalah, kita semua bisa saja bersikap seperti itu dan Kalau memang tidak sepakat, saya ingin kalian menjawab pertanyaan ini:
Siapa di antara kalian yang tak pernah menjelek-jelekkan orang lain ?
Siapa di antara kalian yang tak pernah egois ?
Siapa di antara kalian yang tak pernah menghina ?
Siapa di antara kalian yang tak pernah menyakiti hati orang lain .
jawabannya Universal : TIDAK ADA . Saya pun seperti itu .

Dan kalau kalian tanya kenapa sahabat bisa melakukan hal seperti itu ?
Jawabannya juga universal : Sahabat Adalah manusia. Menyalahkan sahabat mungkin hanya pelarian dan penyangkalan dan ungkapan kekecewaan terhadap mereka, untuk satu alasan: mereka tidak seperti yang kita mau. Egois memang, tapi makna sejati dari persahabatan adalah sama dengan makna dasar CINTA: Melebur ego pribadi menjadi ego bersama. Tidak adil saja menurutku jika karena "hanya" dengan satu kesalahan kecil yang mereka lakukan (apalagi) yang tidak mereka sadari atau tidak mereka sengaja, lantas kita melupakan hal-hal yang pernah kita lakukan bersama. Atau lebih mendalam lagi, hal yang pernah mereka lakukan untuk kita. Pemaknaannya sama: Keburukan selalu tampak lebih menonjol daripada kebaikan. Kebaikan menampakkan keindahan yang cepat kita lupakan. Keburukan meninggalkan luka yang lama tersembuhkan.
Persahabatan adalah cinta, jadi seharusnya diakhiri dengan cinta.
Sometimes we have to use our heart, not our egoism.

Adalah wajar menginginkan sahabat yang selalu bisa mengerti. Namun langka jika ada orang yang belajar mengerti terlebih dahulu.


Maka jika ada orang lain yang mencintai kita selain orang tua, ia adalah sahabat.
Maka jika tak ada malaikat, akan ada sahabat.
Maka jika tak ada pelangi, akan ada sahabat.
Maka jika tak ada bintang, maka akan ada sahabat.
(Anonim)

Sadarilah, Wahai Putri Hawa

Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Renungkan betapa berharga dirimu. Karena pada suatu hari akan datang seorang lelaki yang akan membawakan cinta sejati untukmu. Lelaki yang akan membawakan bahagia untukmu. Seseorang yang akan bekerja keras untuk membahagiakanmu, merelakan harta bendanya untuk memenuhi seluruh kebutuhanmu dan mengukir senyum di wajahmu. Tidak hari ini, tapi suatu hari, ia akan hadir dalam hidupmu dengan cara dan waktu yang mungkin tak pernah kau pikirkan.


Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Karena suatu hari kau akan menjadi isteri dari lelaki itu. Dan ketika saat itu tiba, setiap bagian kecil darimu, semua yang kau lakukan, semua yang terjadi padamu akan dipertanyakan padanya. Setiap tawa dan setiap airmata dari parasmu. Sadarilah, lelaki itu akan menghadirkan cinta selama empat puluh tahun, akan ada senyum untukmu selama itu.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Karena suatu hari kau akan menjadi seorang ibu yang disayangi oleh anak-anakmu. Suatu hari akan terlukis surga di telapak kakimu. Suatu hari kau bukan lagi dikenal sebagai kau yang sekarang, karena nanti kau akan dipanggil ibu. Karena suatu hari cinta abadi Tuhan akan menjelma menjadi cinta yang kau berikan pada suami dan putra-putrimu. Dan pada saat itulah kau akan jadi makhluk Tuhan paling mulia.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Peliharalah kehormatanmu.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Jagalah keelokan parasmu.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Tebarkan bahasa cinta dari bibirmu.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Hormatilah dirimu.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Betapa berharga tubuh yang dianugerahkan padamu. Maka berikan pada seorang saja.
Sadarilah, Wahai Putri Hawa. Betapa kau sangat berharga.

Aku Bermimpi Aku Mati

Tiga malam yang lalu kudapati tubuhku terbaring tragis. Terkulai diam. Tenggelam tapi bukan dalam gelap malam atau terang siang. Rasanya berbeda. Bukan gelap yang sering melarutkanku dalam kesendirian. Gelap yang lebih dalam dan tak dapat kubahasakan. Sesekali di depan mataku yang masih bisa terbuka hanya tergambar kabut berwarna hijau muda. Persis seperti mimpi ku bertahun-tahun yang lalu, saat masih duduk di bangku SD. Masih kabut hijau dan gelap yang sama. Gelap yang tak kumengerti.

Sesaat kucoba untuk bangun dan teriak. Mataku melihat tapi tak dapat memberi reaksi. Otakku berpikir tapi tak mampu bertindak. Kucoba terbangun tapi tetap terkulai. Sepertinya seluruh bagian dari tubuhku, jantungku telah menyerah. Melawan hati yang masih ingin hidup, masih ingin merasakan hidup. Hatiku sebenarnya telah melemah dan ingin ikut menyerah, tapi ia terlalu takut, takut pada dosa yang masih menyelimuti, malu pada Tuhan yang telah lama ia tinggalkan. Ia memohon untuk tetap hidup, meminta pada jantung agar tak ikut menyerah, tapi ia gagal. Detaknya makin lemah, sesekali kuat dan kencang lalu melemah lagi. Irama tak beraturan. Sakit. Sakit karena musti pergi dengan penyesalan. Kekecewaan.
Lalu Detaknya semakin lemah, kabur, dan akhirnya hilang. Lalu seketika tubuhku berada di bawah permukaan, ingin memanjat dan mendaki naik tapi tak bisa. Aku kemudian menyerah, sudah terlalu takut. Sudah tidak kuat untuk menahan detak di dadaku. Pasrah. Namun di titik terakhir..
Beberapa laki-laki yang tak kukenal melihatku dari permukaan, berbaris rapi, menatapku seakan mereka telah lama mengenalku, tapi tak satupun dari mereka yang kukenal. Aku tak terlalu banyak berharap pada mereka yang di balik kabut hijau yang makin kabur. Siapa yang bisa menghentikan kematian dan membalikkan aku ke dunia atas sana? Pikirku.
Mereka kemudian menatapku dalam, namun yang kuperhatikan hanya satu orang, yang berada di tengah-tengah. Ia yang menatapku paling lama dan dalam. Sesaat kemudian, bibirnya berucap. Suaranya ramah, tapi tegas.
"Kami akan menghidupkanmu"
Aku semakin takut lalu kemudian di tengah keraguan itu, aku terbangun.

Demi Masa

Demi masa, apakah saya telah jatuh hati atau hanya tertarik pada pesonanya?! Apakah saya telah jatuh hati atau hanya kagumkah kata yang pantas membahasakannya?!
Demi masa, apakah saya merindukannya atau hanya ingin melihat senyumannya sekali lagi?! Apakah saya merindukannya atau hanya ingin mendengar suaranya lagi?!
Demi masa, apakah saya mencintainya atau hanya suka pada dirinya?! Apakah saya mencintainya ataukah hanya ingin ada di dekatnya saja?!

Demi masa, apakah saya cemburu untuknya atau hanya tak suka melihatnya bersama orang lain?! Apakah cemburu atau hanya iri yang membelenggu?!
Demi masa, apakah semalam ia tergambar di mimpiku hanya karena kekaguman yang berlebihan?!
Demi masa, apakah kemarin saya menggenggam jemarinya hanya untuk meyakinkan bahwa ia nyata?!
Demi masa, apakah kemarin senyumku padanya hanya senyuman tanpa makna?!
Demi masa, apakah yang ia bahasakan padaku kemarin adalah nyata atau hanya ilusi yang yang berbicara?!
Demi masa, apakah ia hanya untuk menyelesaikan cerita yang baru kutulis separuhnya?!
Demi masa, apakah yang kuberikan padanya adalah dari sesuatu yang bermakna atau hanya ungkapan rasa bersalah?!
Demi masa, apakah menyayanginya bagiku terlalu sempurna?! Apakah Suatu saat hanya akan menjadi luka?! Demi masa, sebelum itu terjadi apakah harus ku berhenti sekarang?!