Bagian Satu: Kini Aku Tahu Kenapa Ia Menangis

"Aku marah karenamu!" Katanya padaku. Suaranya serak. "Sudah berkali-kali dan kau masih belum mengerti!" Kali ini air matanya tidak mampu ia bendung. Mungkin air mata itu sudah lama ingin mengalir tapi baru menetes malam ini, dihadapanku.
Aku menolehkan pandangan ke arah lain. Aku benci melihat air mata perempuan, terlebih jika air mata itu menetes dari matanya, mata perempuan yang kusayangi.

Dia baru saja menyatakan kekecewaannya padaku dan aku tidak melakukan pembelaan. Aku menunggu, mungkin kali ini aku lebih baik diam. Membiarkannya menangis dengan tenang, meski menyakitkan bagi kami berdua.

Sore itu hangat, tapi aku merasa dingin.
Jemarinya yang halus menari di sekitar matanya menghapus sisa-sisa air mata yang masih menyisakan garis di pipinya.
"Maaf aku menangis di hadapanmu karena masalah kecil, Kak. Kau tahu betapa aku percaya padamu dan kau mengecewakan aku lagi. Aku tidak tahu ini janji keberapa yang tidak kau penuhi"

Kini aku tahu apa yang membuatnya menangis: Janji. Janji yang mungkin mustahil tapi tetap aku janjikan.

No comments:

Post a Comment