Kemarin kuceritakan tentang bintang paling terang yang kutemui beberapa hari lalu. Baik, aku berbohong. Sebenarnya ia bukan bintang paling terang. Ia hanya bintang kecil yang redup. Pecahan dari intan yang terpecah. Dibuang karena abu-abunya sementara yang lain putih bersih dan bercahaya. Jika tidak putih, mereka memancarkan ungu dan merah bergantian. Indah yang membuatnya mati. Sendiri meredup di antara terang dan warna.
Dia jauh, jauh sekali. Dan sebentar lagi warnanya mati. Ia menangis tapi tak punya airmata. Ia berusaha bersinar. Namun sinarnya hanya semakin membuatnya redup dan ditertawakan oleh bintang lain yang paling redup sekalipun. Mereka tertawa dan warna mereka semakin indah seiring gelak tawanya.
Ia pergi semakin jauh. Lari dari semesta yang ia benci. Dari semesta yang menertawainya. Ia tak punya sesiapa sementara yang lain saling memamer warna. Ia hanya berlari dengan sebuah kecewa di hatinya jika ia punya hati. Tapi jelas ia tahu cara memaknai. Ia tahu cara memaknai senyum yang terukir di rona bintang-bintang lain. Bukan karena mereka menyukainya, tapi karena mereka terlahir lebih indah. Menertawakan. Bukan tertawa bersama.
Hingga ia tiba di ruang gelap yang semakin jauh. Tak ada bintang. Ia sendiri. Ia duduk di sana. Ia menangis. Akhirnya ia menangis. Ia menitikkan air mata. Membuatnya semakin redup dan gelap. Ia hanya bisa bercerita pada gelap yang selalu bisa mengerti bahasa putus asa. Bahasa tentang gelap. Cerita tentang mati.
Dan di sana Aku terbawa oleh hujan bintang jatuh jauh ke luar Bima Sakti. Mengagumi segala disekitarku. Hingga kusadari sekelilingku berubah dingin. Menyelimuti tubuhku. Membirukan bibirku. Sayap putihku membeku. Aku terjatuh dan sayapku tak berkepak. Sekelilingku hitam dan gelap.
Hingga aku tersadar dan di sana aku bertemu dengan dia. Di tepi sungai bintang cemerlang yang mengalir segemulai airmatanya. Aku berdiri merapikan sayapku yang tadi membeku. Perlahan ku dekati ia. Langkahku tak terdengar. Aku tak melangkah. Aku melayang. Hingga ia berbalik ke sini lalu menatapku. Dengan cepat ia menghapus airmatanya lalu ingin beranjak pergi. Aku terdiam. Masih memandangnya. Aku tahu ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Ia tak peduli. Ia pergi.
ya,ampun kerennya :)
ReplyDeleteterimakasihhh sudah baca
ReplyDelete